Dalam sebuah hadist, Nabi SAW bersabda, ‘’Dajjal akan diikuti oleh 70 ribu Yahudi dari kota Isfahan (Nan), mereka memakai Al-Tayalisah.’’ (HR Muslim). Menurut Ibnu Kathir, Dajal pada mulanya akan muncul dari Isfahan, sebuah kota Yahudi.
Dalam hadist di atas tercantum kata ‘’Isfahan’’ atau Asfahan/Esfahan. Menurut Dr Syauqi Abu Khalil dalam Athlas Hadith Al-Nabawi, Isfahan juga dikenal sebagai Ramahurmuz. ‘’Sebuah kota terkenal di tepian Khazastan (Arbastan), negeri asal Salman Al-Farisi,’’ ujarnya. Salman Al-Farisi adalah seorang sahabat Rasulullah SAW yang berasal dari Persia.
Dr Abdurrahman Rafat Al-Basya dalam Sirah Shahabat, mengutip penuturan Salam Al-Farisi. ‘’Aku sebelumnya adalah seorang pemuda Persia dari keluarga besar penduduk Asfahan, tepatnya dari desa Jayyan. Sedangkan ayahku seorang pemimpin dari daerah tersebut. Kami berasal dari keluarga yang cukup. Bahkan, rumah kami yang terbaik di kampung itu,’’ tutur Salman.
Dari kota Isfahan itulah, menurut Dr Syauqi, Salman melakukan pencarian kebenaran hingga akhirnya sampai di kota Madinah. Pada awalnya, Salman adalah pemeluk agama Majusi. Hingga suatu hari, Salman melewati sebuah gereja dan dia tertarik untuk memeluk agama Nasrani. Ia berupaya mencari tahu asal agama itu, ternyata bermula dari Syam (Suriah).
Salman pun hijrah meninggalkan Isfahan, tanah kelahirannya, menuju Syam. Dan ia menganut Nasrani. Hingga suatu hari, ia mendapat kabar bahwa akan muncul seorang Nabi dari tanah Arb yang membawa misi agama Ibrahim. Salman pun berkelana ke negeri Arab bersama para pedagang. Hingga akhirnya, sampai di Madinah dan memeluk agama Islam. Ia menjadi salah seorang sahabat Nabi yang berjasa dalam mengembangkan dakwah Islamiyah.
Isfahan adalah salah satu kota terpenting dalam sejarah peradaban Islam. Beberapa dinasti Islam sempat menjadikan kota itu sebagai pusat pemerintahan, seperti Timurid, Buwaih, Seljuk, dan Safawi. Di masa kejayaan Islam, Isfahan menjadi kota yang maju dalam ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan perdagangan.
Jauh sebelum menjadi kota dan pusat peradaban Islam, wilayah Isfahan telah dihuni oleh manusia di zaman pra-sejarah. Wilayah Isfahan telah dihuni sejak zaman Palaeolitik. Bahkan, melalaui temuan terbarunya, para arkelog juga telah menemukan artefak yang berasal dari zaman Palaeolitik, Mesolitik, Neolitik, zaman Besi dan Perunggu.
Isfahan sempat berada dalam wilayah kekuasaan Kekaisaran Elamite. Ketika itu, kota tersebut dikenal dengan naman Aspandana. Setelah itu, Isfahan juga menjadi kota terpenting bagi Dinasti Median. Wilayah Isfahan dari zaman ke zaman menjadi rebutan para raja.
Kota itu juga pernah menjadi bagian dari Kekaisaran Achaemenid Empire. Setelah wilayah Iran dibebaskan dari cengkaraman orang-orang Macedonia oleh Arsacid, wilayah itu masuk dalam kekuasaan Kerajaan Parthian Empire. Pada zaman itu, Isfahan menjadi pusat dan ibukota provinsi yang dipimpin oleh gubernur Arsacid.
Pada era kekuasaan Sassanid, Isfahan dipimpin oleh "Espoohrans" atau anggota keluarga tujuh orang suci iran yang memiliki posisi penting di istana. Kota Isfahan juga menjadi tempat tinggal keluarga suci itu. Pada zaman itu, kota tersebut menjadi pusat militer dengan benteng pertahanan yang amat kokoh.
***
Kota Isfahan memasuki babak baru ketika peradaban Islam menguat. Isfahan berada dalam wilayah kekuasaan Islam pada zaman Kekhalifahan Abbasiyah. Saat itu, Abbasiyah dipimpin oleh Khalifah Al-Mansur. Ketika kekuatan Abbasiyah mulai meredup, pada abad ke-10 M, kota Isfahan sempat menjadi pusat kekuatan Dinasti Buwaihi.
Kota itu menjadi basis kekuatan Dinasti Buwaihi dibawah kepemimpinan Ali bin Buwaihi. Dia adalah anak tertua dari tiga bersaudara – putra Abu Syuja Buwaihi – yang mendirikan Dinasti Buwaihi. Kedua saudaranya yang lain, yakni Hasan bin Buwaihi menguasai wilayah Rayy dan Jabal (Iran), dan Ali bin Buwaihi menguasai wilayah Irak. Pada masa kekuasaan Dinasti Buwaihi, Isfahan menjadi salah satu pusat peradaban Islam.
Setelah kekuasaan Buwaihi ambruk pada 1055 M, kota Isfahan berada dalam lindungan Dinasti Seljuk. Pada masa kepemimpinan Malik Shah I, Isfahan kembali menjadi ibukota dan pusat peradaban Islam. Pada masa itu, kota tersebut menjadi salah satu metropolitan terpenting di dunia. Pada abad ke-11 M, ilmuwan Muslim terkemuka, Ibnu Sina menetap dan mengajar di kota itu.
Pada 1387 M, Isfahan diambil alih Dinasti Timurid pimpinan Timur Lenk. Awalnya, Timur memperlakukan penduduk Isfahan dengan cukup beradab. Namun, masyarakat setempat tetap merasa terkungkung sehingga mereka memberontak. Pengumpul pajak dan tentara Timur dibunuhi. Timur yang murka memerintahkan agar Isfahan dibantai. Konon, sekitar 70 ribu warga tewas karenanya.
Kota Isfahan kembali mencapai masa kejayaaannya di era Dinasti Safaw. Shah Abbas I berhasil mengalahkan rezim Timur dan menduduki kota. Sejak itu, kota ini mulai mengumpulkan kehormatannya kembali. Shah Abbas terus menggiatkan pembangunan dan mengundang ahli-ahli terbaik untuk tinggal di sana. Total, terbangunlah 163 masjid, 48 madrasah, 1.801 toko, dan 263 tempat mandi umum di Isfahan.
Dalam bidang seni, gaya arsitektur bangunan-bangunan dari era Kerajaan Safawi sangat kentara, misalnya Masjid Shah (Masjid-I Shah); Masjid Syaikh Lutfallah; dan Jembatan Khaju yang dibangun pada masa Syah Abbas I. Unsur seni lainnya seperti kerajinan tangan, karpet, permadani, pakaian, keramik, tenunan, tembikar, dan seni lukis. Seni lukis mulai dirintis pada masa Syah Tahmasp.
Kemasyhuran Isfahan telah menjadi magnet bagi pendatang dari berbagai latar belakang. Hasilnya, pada abad ke-17, penduduk Isfahan mencapai setengah juta jiwa. Segala yang ada di Isfahan membuat keharuman namanya terdengar hingga ke Eropa dan mengundang decak kagum mereka. Isfahan bahkan dijuluki Separuh Dunia karena hampir segalanya bisa dicari di sana Isfahan mengalami kemunduran setelah kekalahan Dinasti Safawi dari gerombolan penakluk dari Afghanistan pada 1722.
Selain itu. para pedagang mulai meninggalkan Jalur Sutera setelah ada alternatif perdagangan lewat laut yang dimotori pelayar Eropa. Kini, masyarakat dunia tetap bisa mengenali Isfahan lewat berbagai peninggalan sejarah yang masih tersisa. (Republika.co.id)
No comments:
Post a Comment